Kapabilitas, akseptabilitas, kompetensi, loyalitas, elektabilitas


ka-pemilu41Selama musim pemilu ini, saya terganggu benar oleh sejumlah istilah asing yang menyerbu kita tanpa dipertimbangkan padanan Indonesianya. Baru-baru ini, dalam sekali pukul, Presiden Yudhoyono secara “rombongan” menggunakan istilah-istilah yang dipinjam dari bahasa Inggris — kapabilitas, kompetensi, akseptabilitas, loyalitas.

Oleh : Ulil Abshar Abdalla

Kapabilitas. Haruskan kita memakai istilah itu? Tampaknya ada kecenderungan di kalangan masyarakat untuk meminjam kata benda dalam bahasa Inggris yang berakhiran “ty” atai “ity” ke dalam bahasa Indonesia dengan cara menerjemahkan kedua akhiran itu menjadi “tas”. Demikianlah, “capability” menjadi “kapabilitas”, “acceptability” menjadi “akseptabilitas”. Menurut saya, ini pertanda kemalasan berbahasa (hampir saja, agar nampak keren, saya membubuhkan susunan “linguistic laziness” seperti kebiasaan penulis kita).

Saya bukanlah seorang ahli bahasa. Tetapi, dengan akal sehat biasa, saya tahu bahwa kaidah dasar dalam berbahasa adalah usahakan memakai istilah dalam bahasa sendiri selama itu masih dimungkinkan. Meminjam istilah asing hanyalah diperlukan ketika dalam keadaan (saya hampir saja memakai istilah situasi, pinjaman dari kata “situation”) darurat (ini juga istilah Arab; sebaiknya saya katakan “terdesak”, meskipun kata “darurat” dalam bahasa Arab lebih tepat diterjemahkan sebagai “berbahaya”; tetapi akan lucu kalau saya katakan, boleh meminjam istilah asing hanya dalam “keadaan berbahaya”).

Seandainya istilah “kapabilitas” diganti dengan “kemampuan”, tentu akan lebih baik. Tidak ada makna yang hilang di sana. Kapabilitas dan kemampuan berbanding lurus secara makna, dan karena itu, menurut saya yang bukan ahli bahasa ini, tidak ada alasan untuk memakai istilah yang berasal dari bahasa Inggris itu dan meninggalkan padanan Indonesianya.

Bagaimana dengan dua istilah berikut ini: kapabilitas dan kompetensi? Tampaknya memang dua istilah itu memiliki pengertian yang nyaris serupa meskipun tidak sama. Ada beda-halus (ini saya pakai sebagai terjemahan dari istilah “nuance” dalam bahasa Inggris) antara keduanya. Saya mengusulkan “kebisaan” untuk “kapabilitas” dan “kemampuan” untuk “kompetensi”. Terserah kepada para ahli bahasa, apakah usulan ini masuk akal atau tidak, atau mungkin ada usulan lain yang lebih baik. Yang penting, bagi saya, ada kemungkinan memakai padanan Indonesia untuk dua istilah itu.

Kata loyalitas memang bisa diganti dengan “ketaatan”. Tetapi, di telinga kita, kata ketaatan terlalu dibebani oleh makna yang entah berbau feodal atau agama. Memang agaknya kurang tepat jika kata loyalitas diganti dengan ketataan. Bagaimana kalau kita coba “kesetiaan”? Saya kira beban feodal dalam kata kesetiaan lebih ringan ketimbang kata ketaatan.

Istilah lain adalah “akseptabilitas”. Lagi-lagi, ini adalah salin-rekat (ini adalah terjemahan dari istilah “copy-paste” yang akhir-akhir ini juga mulai luas dipakai dalam versi Inggrisnya langsung) dari kata “acceptability”. Kenapa kita tidak memakai padanan Indonesianya saja: keterterimaan, kecocokan, kepantasan, misalnya? Saya kira istilah kecocokan jauh lebih tepat dipakai di sini.

Kalau ini semua diterima, saya usulkan kepada Presiden Yudhoyono untuk mulai memberikan contoh memakai bahasa sendiri dan pelan-pelan membuang jauh-jauh kebiasaan memakai istilah asing. Oleh karena itu, saat mengemukakan kembali syarat-syarat untuk siapapun yang akan mendaftar menjadi wakil presiden, Presiden Yudhoyono hendaknya, sekali lagi mohon hendaknya, memakai istilah ini: kebisaan, kemampuan, kecocokan, dan kesetiaan, tidak lagi kapabilitas, kompetensi, akseptabilitas, dan loyalitas.

Ada kata lain yang tidak dipakai oleh Presiden Yudhoyono, tetapi oleh sejumlah lembaga survey (saya masih bisa menerima istilah ini, sebab kalau saya katakan “lembaga penyelidikan” agaknya menjadi sangat menakutkan; tetapi boleh juga dicoba “lembaga peninjauan” atau “lembaga peninjau”). Istilah itu adalah elektibilitas, terjemahan langsung dari “electability”. Terus terang, penggunaan istilah ini sangat mengganggu saya.

Istilah “elektabilitas” mengingatkan saya pada kata “elek” dalam bahasa Jawa yang artinya “buruk sekali” (setara dengan istilah “ugly” dalam bahasa Inggris). Saya tak tahu padanan yang tepat untuk kata ini. Mungkin “keterpilihan”? Saya kira itu bisa dicoba.

Ini semua tidak berarti saya anti bahasa asing. Saya tentu menghendaki bangsa Indonesia bisa berbahasa Inggris dengan baik, sebab itulah bahasa pergaulan internasional saat ini. Tetapi, kalau sedang berbahasa Indonesia, silahkan memakai bahasa itu dengan baik. Jika mau berbahasa Inggris, silahkan memakai bahasa itu dengan baik pula.

Yang kurang senonoh adalah manakala kita malas dan memindahkan begitu saja berkarung-karung istilah dalam bahasa Inggris tanpa mau berlelah-lelah dahulu untuk mencari padanannya dalam bahasa sendiri.

Selamat tinggal kapabilitas, akseptabilitas, elektabilitas!

Ulil Abshar AbdallaKapabilitas, akseptabilitas, kompetensi, loyalitas, elektabilitas

Selama musim pemilu ini, saya terganggu benar oleh sejumlah istilah asing yang menyerbu kita tanpa dipertimbangkan padanan Indonesianya. Baru-baru ini, dalam sekali pukul, Presiden Yudhoyono secara “rombongan” menggunakan istilah-istilah yang dipinjam dari bahasa Inggris — kapabilitas, kompetensi, akseptabilitas, loyalitas.

Kapabilitas. Haruskan kita memakai istilah itu? Tampaknya ada kecenderungan di kalangan masyarakat untuk meminjam kata benda dalam bahasa Inggris yang berakhiran “ty” atai “ity” ke dalam bahasa Indonesia dengan cara menerjemahkan kedua akhiran itu menjadi “tas”. Demikianlah, “capability” menjadi “kapabilitas”, “acceptability” menjadi “akseptabilitas”. Menurut saya, ini pertanda kemalasan berbahasa (hampir saja, agar nampak keren, saya membubuhkan susunan “linguistic laziness” seperti kebiasaan penulis kita).

Saya bukanlah seorang ahli bahasa. Tetapi, dengan akal sehat biasa, saya tahu bahwa kaidah dasar dalam berbahasa adalah usahakan memakai istilah dalam bahasa sendiri selama itu masih dimungkinkan. Meminjam istilah asing hanyalah diperlukan ketika dalam keadaan (saya hampir saja memakai istilah situasi, pinjaman dari kata “situation”) darurat (ini juga istilah Arab; sebaiknya saya katakan “terdesak”, meskipun kata “darurat” dalam bahasa Arab lebih tepat diterjemahkan sebagai “berbahaya”; tetapi akan lucu kalau saya katakan, boleh meminjam istilah asing hanya dalam “keadaan berbahaya”).

Seandainya istilah “kapabilitas” diganti dengan “kemampuan”, tentu akan lebih baik. Tidak ada makna yang hilang di sana. Kapabilitas dan kemampuan berbanding lurus secara makna, dan karena itu, menurut saya yang bukan ahli bahasa ini, tidak ada alasan untuk memakai istilah yang berasal dari bahasa Inggris itu dan meninggalkan padanan Indonesianya.

Bagaimana dengan dua istilah berikut ini: kapabilitas dan kompetensi? Tampaknya memang dua istilah itu memiliki pengertian yang nyaris serupa meskipun tidak sama. Ada beda-halus (ini saya pakai sebagai terjemahan dari istilah “nuance” dalam bahasa Inggris) antara keduanya. Saya mengusulkan “kebisaan” untuk “kapabilitas” dan “kemampuan” untuk “kompetensi”. Terserah kepada para ahli bahasa, apakah usulan ini masuk akal atau tidak, atau mungkin ada usulan lain yang lebih baik. Yang penting, bagi saya, ada kemungkinan memakai padanan Indonesia untuk dua istilah itu.

Kata loyalitas memang bisa diganti dengan “ketaatan”. Tetapi, di telinga kita, kata ketaatan terlalu dibebani oleh makna yang entah berbau feodal atau agama. Memang agaknya kurang tepat jika kata loyalitas diganti dengan ketataan. Bagaimana kalau kita coba “kesetiaan”? Saya kira beban feodal dalam kata kesetiaan lebih ringan ketimbang kata ketaatan.

Istilah lain adalah “akseptabilitas”. Lagi-lagi, ini adalah salin-rekat (ini adalah terjemahan dari istilah “copy-paste” yang akhir-akhir ini juga mulai luas dipakai dalam versi Inggrisnya langsung) dari kata “acceptability”. Kenapa kita tidak memakai padanan Indonesianya saja: keterterimaan, kecocokan, kepantasan, misalnya? Saya kira istilah kecocokan jauh lebih tepat dipakai di sini.

Kalau ini semua diterima, saya usulkan kepada Presiden Yudhoyono untuk mulai memberikan contoh memakai bahasa sendiri dan pelan-pelan membuang jauh-jauh kebiasaan memakai istilah asing. Oleh karena itu, saat mengemukakan kembali syarat-syarat untuk siapapun yang akan mendaftar menjadi wakil presiden, Presiden Yudhoyono hendaknya, sekali lagi mohon hendaknya, memakai istilah ini: kebisaan, kemampuan, kecocokan, dan kesetiaan, tidak lagi kapabilitas, kompetensi, akseptabilitas, dan loyalitas.

Ada kata lain yang tidak dipakai oleh Presiden Yudhoyono, tetapi oleh sejumlah lembaga survey (saya masih bisa menerima istilah ini, sebab kalau saya katakan “lembaga penyelidikan” agaknya menjadi sangat menakutkan; tetapi boleh juga dicoba “lembaga peninjauan” atau “lembaga peninjau”). Istilah itu adalah elektibilitas, terjemahan langsung dari “electability”. Terus terang, penggunaan istilah ini sangat mengganggu saya.

Istilah “elektabilitas” mengingatkan saya pada kata “elek” dalam bahasa Jawa yang artinya “buruk sekali” (setara dengan istilah “ugly” dalam bahasa Inggris). Saya tak tahu padanan yang tepat untuk kata ini. Mungkin “keterpilihan”? Saya kira itu bisa dicoba.

Ini semua tidak berarti saya anti bahasa asing. Saya tentu menghendaki bangsa Indonesia bisa berbahasa Inggris dengan baik, sebab itulah bahasa pergaulan internasional saat ini. Tetapi, kalau sedang berbahasa Indonesia, silahkan memakai bahasa itu dengan baik. Jika mau berbahasa Inggris, silahkan memakai bahasa itu dengan baik pula.

Yang kurang senonoh adalah manakala kita malas dan memindahkan begitu saja berkarung-karung istilah dalam bahasa Inggris tanpa mau berlelah-lelah dahulu untuk mencari padanannya dalam bahasa sendiri.

Selamat tinggal kapabilitas, akseptabilitas, elektabilitas!

Ulil Abshar Abdalla

48 Komentar

Filed under Opini

48 responses to “Kapabilitas, akseptabilitas, kompetensi, loyalitas, elektabilitas

  1. Diyan

    Saya senang sekali membaca apa yang anda tulis lugas dan memiliki bobot dalam memberikan info, terimakasi atas tulisannya

  2. echon

    arti kata elektabilitas yang jelas dom\ng

    • febri ardiansyah''

      elektabilitas itu kemampuan merubah sesuatu yang tdk mungkin

      • Anonim

        setelah membaca tulisan diatas, Elektabilitas itu adalah keterpilihan. Yang menurut saya artinya adalah tingkat kepopuleran.

      • Sunarno

        Elektabilitas menurut saya memiliki arti dan pengertian sbb
        adalah tingkat KETERPILIHAN yang dimiliki seseorang dari berbagai dasar alasan positip oleh kelompok pemilih.

  3. Alwis

    Saya senang sekali membaca apa yang anda tulis lugas dan memiliki bobot dalam memberikan info, terimakasi atas tulisannya

  4. saya setuju pendapat anda, terkadang orang sangat senang memakai istilah-istilah asing dan meninggalkan istilah yang sepadan dalam bahasa Indonesia, sepertinya pembelajaran bahasa Indonesia tentang EYD harus di tambah jadi 4 sks, supaya bisa menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar

  5. budiset

    Terima kasih untuk menambah pengetahuan saya dalam penggunaan bahasa

  6. ciprut

    Agar tak dikatakan DESO, banyak kalangan tertentu memakai istilah2 asing supaya keliatan intelek, makasi ulasannya yg sangat bermanfaat.

  7. Ulil memang jeli melihat penyusupan istilah asing tersebut, tetapi lupa & buta melihat kebiasaan dirinya memahami islam dengan kaidah asing, bakan emnjadikan dirinya agen asing. akalnya sudah lupa karena dolar…….jadi kita jangan tertipu dengan tipuan tersebut!

  8. Orang menggunakan sedikit bahasa asing biar kelihatan pintar, padahal yang ia bisa hanya itu. Orang macam begini menutupi kebodohannya sendiri. Jika banyak orang seperti ini kapan BANGSA ini maju? Catatan. Saya tidak peduli ULIL orang JIL atau antek-antek dolar seperti penilaian orang lain, saya hanya melihat pendapatnya yang bermanfaat titik

  9. Anonim

    saya sangat bangga sebagai orang indonesia,dengan kupasan yang terinci dan ini sanggat bagus sekali untuk diadakan seminar nasional,biar para pemimpin dan pejabat bangsa indonesia ini tau diri dan harus menjunjung bahasa indonesia,kita contoh malaysia negara yang lebih maju dari indonesia,sampai saat sekarang ini bahasa ibu mereka tidak mau mereka tinggalkan, sekali lagi saya sanggat terharu membaca kupas-kupas tersebut,semoga kita sebagai penerus bangsa lebih menghargai bahasa sendiri dari pada bahasa orang asing, selamat

  10. hans

    Terimakasih kepada Pak Ulil karena sudah membuat tulisan ini secara jelas dan lugas. Ini salah satu pencerahan buat saya pribadi yang terkadang pusing dengan istilah2 tersebut.

  11. kidkid

    setuju…..indonesia kaya dengan bahasa daerah kenapa ga dipake buat ppersamaanya….

  12. afdil

    Saya setuju atas pendapat anda…
    Terima kasih atas postingannya…

  13. Anonim

    Tuntutan saat ini sdh mengarah pd era global,sdk klo kita msh berpikir era regional maupun era nasional…. yaaaa jls2 kita ketinggalan,lihat fakta yg ada bgmn perkbgn zaman saat ini,yg ptg skrg bgmn kita bijak menyikapi mslh eraglobal ini, jgn Supdibilhep alias supaya dibilang hebat……pdhal omdo.

  14. Anonim

    Ah, ini sih uneg-uneg penulis sj, berkali-kali mengatakan maaf saya bukan ahli bahasa, ngapain ngulas bahasa, mestinya cukup bilang ” sebagai orang yang bingung saja gitu”. Merendah untuk menaikkan derajat ini sih. Satu hal yang pasti , memangnya Indonesia punya bahasa baku yang memang asli Indonesia, ya honocoroko itu atau tulisan sansekerta aslinya sampai kebelahan dunia lain tuh sansekerta Indonesia, tulisan latin itu datangnya darimana?? mestinya anda tulis pakai bahasa sansekerta atau honocoroko, jangan tulis pake latin, anda juga pemalas dan nyontek! Halo, jangan seperti Yus Badudu bro, baca sejarah bahasa Indonesia itu asalnya dari mana dan macamnya apa saja ? Baru bisa tuh sip namanya. Banyakan ngayal nih orang!

  15. AKU SUKA BAHASA ASING TETAPI LEBIH SUKA BAHASA SENDIRI ….. I LOVE INDONESIA …

  16. TERIMA KASIH ATAU INFORMASI NYA,
    SALAM PERUBAHAN!!!!!

  17. cecep avip

    saya sangat setuju pendapat paparan anda semoga kecintaan terhadap bahasa sendiri semakin meningkat dibarengi dengan padanan kata yang tepat pula

  18. Budi

    Lumayan ulasannya, karena yang menulis bukan ahli bahasa (akunya), coba kalau Pak Ulil Ahli bahasa tentu lebih baik dan bijak lagi dalam melakukan ulasan, Kalau mengulas tak perlu menyalahkan orang lain, cukup sumbangkan ide dan gagasan dengan tulus lagi ihklas, apakah ini yang namanya ilmu naik tangga,menginjak untuk bisa naik?

  19. angger

    kata “elektabilitas” bak kacang goreng menjelang pemilu, sebuah kata yg membuat awam “melongo” (sebab gak mudeng)
    #jowo ninggal jawane#
    #rumongso pinter gak ngroso keblinger#
    suwun pencerahane gus

  20. terima kasih bagaimanapun anda telah memberikan imformasi kebahasaan yang luar biasa ….sangat bagus….saya selalu membiasakan memberikan penghargaan berupa ucapan……terima kasih….jangan pelit mengatakan “hatur nuhun” .. saya tunggu tulisan berikutnya ……

  21. mikael

    Bang Ulil benar ….Kita jgn terpengaruh dengan bahasa dan budaya barat. Tp bang ulil juga jgn mau diperalat orang barat yang tidak senang melihat Islam di Indonesia yg sengaja menyusupkan orang -orang kita utk dijadikan alat perusak dan pengadu domba Islam.

  22. jangan merasa anda benar, evaluasi terlebih dahulu diri anda , bacot ae

  23. hamdi

    thanks informasinya

  24. hamdi

    nasionalissssss

  25. Eric

    sebelum menulis suatu kritikan, perhatikan referensinya, sejauh yang saya tau, kata-kata yang dipermasalahkan diatas semuanya tercantum dalam KBBI, jadi sudah sah “Bahasa Indonesia”. Terima Kasih.

  26. Anonim

    Yach… terkadang sulit juga untuk berkata jujur… dan menerapkan:
    “Jangan lihat siapa bicara… tapi dengar apa yang dikatakannya…”
    Btw:
    saya pribadi… sangat banyak memperoleh… dari tulisan ini…
    Makasih banyak Bro… moga baw aberkah untuk semuanya… Amiinnn.

  27. pak, bagaimana dengan bahasa lokal, apakah ada juga yang menggunakan sistem import kosa kata seperti itu ?

  28. Anonim

    Tulisan yang mempunyai nilai tak terhingga buat memasyarakatkan bahasa INDONESIA…
    Terimah kasih tulisan memperkaya pengetahuan pembaca

  29. kompetensi itu sudah merupakan bahsa ilmiah

  30. Anonim

    Tulisannya bagus bro boleh aq muat ulang di blogku ga?

  31. Anonim

    Sebenarnya setelah kita berfikir kembali tentang isi dari sumpah pemuda tepatnya pada KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA berarti kalau kita mengaku bangsa Indonesia seharusnya mau menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai bahasa kita, bukan masalah kita tidak ngetren dan terkesan deso (kampungan) tetapi jangan dicampur adukkan dengan bahasa asing terutama bahasa inggris. Karena kita harus menghargai pejuang pejuang kita terdahulu, pejuang kita itu sangat berat untuk menjadikan bahasa indonesia menjadi bahasa persatuan. Selain itu istilah istilah asing kita gunakan belum tentu orang yang kita ajak bicara belum tentu mengerti. Makanya marilah kita gunakan bahasa indonesia dengan baik dan benar. Tinggalkan istilah istilah asing!

  32. setuju bgt, tapi aneh ny kenapa pemimpin negara ini yang mereka2 itu pasti sdh mengerti dan memahami, bukannya mencontohkan bahasa yang baik dan benar>>>>…

  33. Azwar Z 08-11-2013, bagi saya berbagilah secara bijak adil benar dan tepat, contoh : jika ingin beri contoh yg baik bagi warga untuk berbahasa yang baik terhadap istilah kapabilitas;kapability akseptabilitas;acceptability loyalitas;layality dan elektabilitas;electability pakailah EYD tetapi jangan kelewat ideal, jika niat ingin memberi pelajaran inggris buat warga jangan berbahasa dalam suatu keputusan undang-undang atau keputusan negara mestinya diluar hal itu silahkan saja, dan jika ingin berbuat untuk bangsa dengan niat ingin memberi kosa kata bahasa yang baik tidak ada yang dapat saya sarankan kecuali bahasa Al-Qur’an, OK!!!

  34. Anonim

    saya sangar respek dgn tulisan anda dan sekaligus itu menunjukkan integritas anda. trm ksh.teruskan.

  35. Anonim

    Sip bosss setuju 100 %

  36. Bangsa yang besar harus menjujung tinggi bahas nasionalnya, Australia saja di sekolah-sekolah sudah banyak yang mengajarkan bahasa indonesia yang benar, terima kasih atas tulisaan saudara.

  37. Sunarno

    Bahasannya sangat bermutu, perlu kiranya menjadi syarat untuk bisa menjadi PNS dan pejabat PNS, Lurah, Camat, Bupati, Walikota, Gubernur apalagi Presiden dan Wakilnya, Caleg dll adalah yang mau dan mahir menggunakan Bahasa Indobesia dengan baik dan benar…

  38. idna

    saya lebih setuju kapabilitas = kesanggupan

Tinggalkan Balasan ke angger Batalkan balasan